Sejarah Sai di Shafa-Marwah, Kisahkan Seorang Ibu yang Berjuang demi Anak


Sai adalah salah satu rangkaian ibadah haji dan umrah yang dilakukan dengan lari-lari kecil antara Bukit Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali. Sejarah pensyariatan sai berkaitan dengan kisah seorang ibu yang berjuang demi anaknya.

Ibnu 'Arabi menghimpun tiga keadaan saat sai, yaitu turun, naik, dan lurus. Ketiganya, kata Ibnu 'Arabi, merupakan tingkatan sempurna dalam ibadah.


"Dia turun kepada Allah, naik kepada Allah, dan lurus bersama Allah. Pada setiap keadaan itu dia bersama Allah, karena melakukannya dari perintah Allah dan pada Allah," kata Ibnu 'Arabi seperti dinukil dari buku Haqiqah al-Ibadah 'inda Muhyiddin Ibn 'Arabi karya Karam Amin Abu Karam yang diterjemahkan Rony Nugroho.


Kemudian, dia menjelaskan kepada salik, "Barang siapa melakukan sai maka dia akan mendapatkan seperti sifat-sifat ini di jiwanya. Kepergiannya dari sainya adalah kehidupan hatinya dengan Allah, merasakan takut kepada Allah, mengetahui kadarnya dan mengetahui haknya dan hak Allah. Jika tidak mendapatkan hal itu, maka dia belum melakukan sai antara Shafa dan Marwah."


Sejarah Sai

Jauh sebelum perintah ibadah haji dilaksanakan, Bukit Shafa dan Marwah telah menjadi saksi sejarah perjuangan seorang ibu dalam menyelamatkan anaknya dari kehausan. Adalah Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim AS, dan putranya, Ismail AS.


Sejarah sai ini dikisahkan dalam Fiqh ash-Sunnah 3 karya Sayyid Sabiq terjemahan Abu Aulia dan Abu Syauqina, yang mengutip riwayat Imam Bukhari dari Ibnu Abbas RA. Saat itu, Nabi Ibrahim AS datang bersama istrinya, Hajar, dan anaknya, Ismail AS, yang masih bayi dan menyusu. Mereka dibawa ke suatu tempat di Makkah yang pada waktu itu belum ada seorang pun yang tinggal di sana dan tidak ada sumber air.


Dalam kondisi demikian, Nabi Ibrahim AS membawa istri dan anaknya di bawah sebuah pohon besar, dekat tempat munculnya air zamzam, dengan bekal sekeranjang kurma dan sekantong air. Setelah itu, Nabi Ibrahim AS melanjutkan perjalanannya.


Setelah melihat Nabi Ibrahim AS pergi, Hajar mengikuti dan bertanya, "Wahai Ibrahim, ke mana engkau pergi? Apakah engkau meninggalkan kami di tempat yang tidak ada siapa pun dan tanpa sesuatu apa pun?" Hajar terus bertanya, tetapi Nabi Ibrahim AS tidak menengok kepadanya.


Ia bertanya lagi, "Apakah Allah yang memerintahkanmu untuk meninggalkan kami di sini?" Nabi Ibrahim AS menjawab, "Ya."


Mendengar jawaban tersebut, Hajar berkata, "Jika demikian, Allah tidak akan menyia-nyiakan kami."


Dalam riwayat lain, Hajar bertanya kepada Nabi Ibrahim AS, "Kepada siapakah engkau meninggalkan kami?" Nabi Ibrahim AS menjawab, "Aku menyerahkan kalian kepada Allah." Hajar kemudian menjawab, "Sungguh, aku ridha kepada Allah."


Setelah itu, Hajar kembali ke tempatnya, sementara Nabi Ibrahim AS terus berjalan. Ketika Nabi Ibrahim AS sudah tidak terlihat, ia berdiri menghadap Ka'bah, mengangkat tangannya, dan berdoa,


رَبَّنَآ اِنِّيْٓ اَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِيْ بِوَادٍ غَيْرِ ذِيْ زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِۙ رَبَّنَا لِيُقِيْمُوا الصَّلٰوةَ فَاجْعَلْ اَفْـِٕدَةً مِّنَ النَّاسِ تَهْوِيْٓ اِلَيْهِمْ وَارْزُقْهُمْ مِّنَ الثَّمَرٰتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُوْنَ



Arab Latin: rabbanâ innî askantu min dzurriyyatî biwâdin ghairi dzî zar'in 'inda baitikal-muḫarrami rabbanâ liyuqîmush-shalâta faj'al af'idatam minan-nâsi tahwî ilaihim warzuq-hum minats-tsamarâti la'allahum yasykurûn


Artinya: "Ya Tuhan, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanaman-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan (yang demikian itu) agar mereka melaksanakan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan berilah mereka rezeki dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur." (QS Ibrahim ayat 37)


Setelah Nabi Ibrahim AS pergi, Hajar mulai menyusui anaknya, kemudian makan dan minum bekal yang ditinggalkan Nabi Ibrahim AS. Namun, ketika bekal telah habis dimakan, Hajar dan Ismail merasa kehausan.


Hajar berkeliling mencari air, tetapi tidak menemukannya. Karena kasihan pada anaknya, ia naik ke Bukit Shafa untuk mencari bantuan, tapi tidak melihat seorang pun.


Ia kemudian turun dan berlari menuju Bukit Marwah, mendakinya untuk melihat keadaan sekeliling, tetapi tidak ada orang yang terlihat. Hajar mengulanginya sebanyak tujuh kali.


Ibnu Abbas RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, "Itulah (awal mula) manusia melakukan sai di antara Bukit Shafa dan Marwah."


Upaya Siti Hajar yang berusaha mencari air guna memenuhi kebutuhan dirinya dan Ismail, telah diabadikan oleh Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 158, bagi umat Islam dalam melaksanakan ibadah haji maupun umrah.


اِنَّ الصَّفَا وَالْمَرْوَةَ مِنْ شَعَاۤىِٕرِ اللّٰهِۚ فَمَنْ حَجَّ الْبَيْتَ اَوِ اعْتَمَرَ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِ اَنْ يَّطَّوَّفَ بِهِمَاۗ وَمَنْ تَطَوَّعَ خَيْرًاۙ فَاِنَّ اللّٰهَ شَاكِرٌ عَلِيْم


Artinya: "Sesungguhnya Shafa dan Marwah adalah sebagian dari syiar Allah. Maka, barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau berumrah, maka tidak ada dosa baginya mengerjakan Sai antara keduanya. Dan, barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, maka sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha Mengetahui."


Makna Ibadah Sai

Dikutip dari buku Situs-situs dalam Al-Qur'an yang ditulis oleh Syahruddin El-Fikri, ibadah sai adalah berlari-lari kecil di antara Bukit Shafa dan Marwah. Sebagaimana diabadikannya proses pencarian (usaha) air oleh Siti Hajar untuk dirinya dan anaknya, Ismail. Menurut Sosiolog dan Revolusioner Iran Ali Syariati, ibadah sai pada dasarnya adalah sebuah pencarian, sebuah gerakan yang terarah, yang digambarkan dengan berlari dan bergegas.


Penulis buku bidang sosiologi agama itu mengungkapkan sai mencerminkan tekad untuk terus bergerak menuju tujuan yang jelas. Ia menggambarkan sai sebagai perjuangan fisik, seseorang berusaha keras untuk mengatasi rasa lapar dan dahaga yang ia rasakan bersama anak-anaknya.


Syariati juga menegaskan bahwa sai adalah bentuk usaha yang harus dilaksanakan manusia dalam kehidupan. Ia mengingatkan jika seseorang tidak berusaha, ia tidak akan merasakan hasilnya, atau menderita. Namun, dalam usaha tersebut, hasilnya harus diserahkan sepenuhnya kepada Allah SWT, karena hanya kepada-Nya tempat manusia bergantung.


Lebih lanjut, ibadah sai juga menggambarkan kehidupan manusia di dunia, yang penuh dengan usaha dan perjuangan. Apa yang dilakukan Siti Hajar, seorang wanita dari Ethiopia yang diperistri Nabi Ibrahim AS dalam mencari air untuk dirinya dan Ismail AS, adalah usaha yang bersifat materi, yaitu pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Artikel Lainnya